>Death Note

25 03 2009

>Manga ini bercerita mengenai Death Note
(buku kematian) yang sengaja dijatuhkan oleh Ryukk, seorang Shinigami

(malaikat kematian, reaper) ke dunia manusia, di mana bila nama seseorang
ditulis dalam buku tersebut, maka orang itu akan segera meninggal. Buku ini
kemudian ditemukan oleh Yagami Raito (Light Yagami), seorang
siswa jenius anak seorang inspector kepolisian jepang. Awalnya Raito tidak
percaya dengan kekuatan Death Note tersebut, namun setelah ia coba dan
berhasil, ia mulai percaya. Ditambah lagi dengan kemunculan Ryukk yang akan
selalu mengikuti orang yang menemukan Death Note-nya. Dengan
kejeniusannya, Raito kemudian berencana menggunakan buku tersebut untuk
menciptakan dunia baru yang bersih dari kejahatan (utopia) dengan dirinya
sebagai dewa.
Raito kemudian mendapatkan data para kriminal dari televisi dan dari
database kepolisian pusat. Ke semua kriminal tersebut dibunuhnya dengan
menggunakan Death Note. Kematian para kriminal yang tidak wajar dan
dalam waktu yang hampir bersamaan ini membuat masyarakat dan pihak kepolisian
merasa kejadian ini bukanlah terjadi secara kebetulan. Meskipun terdengar tidak
masuk akal, pihak kepolisian mulai merasa ada seseorang di balik semua kejadian
yang menimpa para kriminal tersebut. Raito yang menggunakan kekuatan Death
Note kini disebut sebagai Kira (Killer dalam dialek jepang) dan
dianggap sebagai dewa oleh orang-orang yang pro dengan tindakan Raito tersebut.
Polisi kemudian meminta bantuan kepada seorang detektif bertaraf
International yang wajahnya tak pernah kelihatan sebelumnya. Detektif tersebut
menyebut dirinya dengan sebutan L. Dengan menjebak Raito, L mulai
menyadari kalau Kira (Raito) dapat membunuh seseorang dalam jarak jauh meskipun
tanpa menyentuhnya sedikit pun.
Menyadari kalau ia telah dijebak, Raito mulai menyatakan perang pada L.
Dimulailah perang analisis dan psichology antara dua orang jenius, L dan Raito.





25 03 2009

>Sekumpulan Tragedi dalam Tubuh Reggie

Judul: DETIK TERAKHIR
Sutradara: Nanang Istiabudi
Skenario: Alberthiene Endah dan Twen Traval
Pemain: Cornelia Agatha, Sausan
Produksi: Indika Productions

Film ini dimulai dengan sebuah tragedi. Berakhir pada sebuah pembebasan.

Tragedi itu sebuah lubang tak berdasar bernama narkoba (narkotik dan obat-obatan berbahaya). Regi (Cornelia Agatha) dan Vella (Sausan) adalah sepasang kekasih yang terjun bebas ke dalam lubang itu, tanpa menyadari dalam dan hitamnya dunia itu.

Film yang diangkat dari kisah nyata yang ditulis oleh Alberthiene Endah ini (dengan judul asli Jangan Beri Aku Narkoba) dimulai dari akhir cerita. Regi telah menyentuh dasar lubang yang hitam itu. Dia ditemukan ayahnya tergeletak babak-belur dihajar centeng. Adegan berikutnya, dia sudah terdampar di sebuah panti rehabilitasi narkoba. Seorang wartawan datang, dan bergulirlah kisah ini kepada pemirsa:

Kisah yang hampir sama dengan cerita semua penderita narkoba di tahun 1960-an yang klasik: orang tua bertengkar melulu, ibu digampar, ayah selingkuh, anak kemudian bergaul dengan kelompok anak-anak dari keluarga broken home yang kemudian saling bertukar kisah tingkah laku orang tua masing-masing. Ringkasnya, Regi mulai berkenalan dengan happy powder alias kokain dan hingga akhirnya dia masuk dalam kategori junkie, seseorang yang darahnya sudah bergantung pada narkoba.

Tetapi bukan karena soal narkoba atau adegan sakaw yang membuat bioskop penuh sesak oleh penonton remaja yang bersuit-suit. Regi menemukan cintanya pada Vella, sesama wanita, sesama junkie. Maka, adegan ciuman, percintaan (yang toh dibabat oleh Lembaga Sensor Film), dan dialog cinta antara kedua perempuan ini dinikmati dengan reaksi yang ajaib oleh penonton kita: geli, aneh, dan penuh rasa ingin tahu (omong-omong, ada baiknya bioskop kita memberlakukan peraturan soal batas usia penonton yang keras dan disiplin, sehingga film dewasa seperti ini tidak ditonton remaja yang di bawah umur-Red).

Cornelia Agatha dan Sausan tampil bersinar. Tak mudah untuk muncul sebagai penderita narkotik yang sedang sakaw–terutama sinetron televisi kita tak bisa membedakan orang yang mabuk karena alkohol dengan orang yang sedang fly karena kokain–dan tak mudah pula tampil sebagai lesbian atau gay tanpa sebuah keterlibatan emosi dan riset yang panjang (dan jangan lupa: bakat). Cornelia dan Sausan berhasil meyakinkan penonton: pasangan itu memang saling mencintai, dan hubungan itu bukan sebuah eksperimen. Mereka menunjukkannya dengan adegan-adegan yang pas (saat Vella dan Regi baru berkenalan, dengan saling bertukar gelas bir dan senyum jatuh hati).

Nanang Istiabudi adalah seorang sutradara yang mempunyai bakat, yang memiliki kecenderungan bereksperimen pada emosi penonton. Penanganan terhadap novel yang penuh dengan tragedi di setiap napas ini–kekerasan rumah tangga, lesbianisme, narkoba–memang membuat kita sesak napas dan mempertanyakan fokus film ini, kisah film ini. Apakah ini film tentang derita Regi, atau film tentang hubungan cinta lesbianisme? Atau tentang bahaya narkoba? Atau tentang kegilaan yang bisa terjadi dalam rehab yang digambarkan dalam film ini lebih mirip rumah sakit jiwa?

Lalu, setelah penampilan Cornelia dan Sausan yang begitu kuat, kenapa adegan tembak-tembakan antara polisi dan bandar (atau apakah itu antara bandar dan bandar, ndak jelas je!) kembali pada penyakit film laga Indonesia: tidak seru, tidak tegang, malah menggelikan (dar-der-dor dengan senapan yang tak meyakinkan bunyinya). Kenapa pula adegan kejam pemerkosaan terhadap Vella harus dicampur dengan komentar komikal itu? Apakah reaksi yang wajar saat menonton adegan itu? Tercekam atau malah tertawa (seperti yang terjadi pada saat saya menonton di bioskop di mana penonton malah terbahak-bahak dan bertepuk tangan saat Vella diperkosa)? Dan, omong-omong, Cornelia yang tampil bagus itu juga agak terlalu fit dan sehat untuk seseorang yang sudah menjadi junkie.

Persoalan tragis ini kemudian jadi penuh tanda tanya, karena begitu banyak eksperimen dan keinginan untuk nyeleneh. Bagaimanapun, Nanang Istiabudi perlu diperhatikan, bukan karena sensasi film ini, melainkan karena bakatnya. Jika film ini kemudian penuh sesak oleh penonton karena sensasi, maka langkah berikut Nanang adalah menggerus bakatnya. Dia mampu menampilkan sesuatu, tanpa sensasi.





>Perempuan berkalung sorban

25 03 2009

>
Ingatkah anda paDa sosok” Ibu Kartini
mGkn dG adanya Film mRpkn kartini Era skrG.
Perempuan, makhluk istimewa dengan segala keindahannya, makhluk yang sering dianggap lemah namun menyimpan kekuatan besar. Wanita juga boleh dibilang selalu jadi ‘makhluk kelas dua’ jika dibandingkan dengan lawan jenisnya, laki–laki.

Kebebasannya sering dianggap tabu, keputusannya dianggap perlawanan, padahal sejatinya perempuan dan laki–laki adalah pelengkap antara satu sama lain.

Bukan hal yang baru pula kalau laki–laki malah menjadi penindas bagi perempuan, perempuan jadi warga negara kelas dua. Ditindas hak–haknya dan dilupakan suaranya.

Di sisi lain emansipasi perempuan terus digaungkan. Sayangnya, kesetaraan hak itu bukanlah sesuatu yang bersifat evolusi namun paralel.

Di suatu waktu ada perempuan yang menjadi presiden tapi pada waktu yang sama ada perempuan–perempuan yang ditekan, dipaksa menghentikan pendidikannya, mengalami kekerasan dalam rumah tangga atau dijual oleh keluarganya sendiri.

Berbicara mengenai kebebasan kaum perempuan, selalu tidak terlepas dari norma–norma adat, tradisi bahkan agama.

Islam merupakan agama mayoritas negara ini sering kali dikaitkan dengan topik kebebasan pihak perempuan, dianggap berat sebelah karena lebih memihak atas kepentingan kaum lelaki.

Ayat–ayatnya menjadi alat untuk membungkam perempuan, sebuah fenomena pro dan kontra yang terus berlanjut hingga saat ini.

Membaca fenomena yang terjadi, Starvision mencoba menghadirkan film terbarunya berjudul PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN, dengan arahan sutradara berbakat Hanung Bramantyo.

Film yang diambil dari karya novel Abidah El. Khalieqy ini adalah film tentang salah satu dunia paralel perempuan. Berkisah tentang Anissa, seorang perempuan dari pesantren yang berjuang untuk mendapatkan hak-nya.

Hak untuk memilih hidup tanpa ada tekanan, termasuk juga tekanan yang mengatasnamakan agama.

Ini kisah tentang perempuan yang percaya kalau agamanya, Islam, yang akan membawa kebebasannya sebagai manusia bukan malah mengurungnya.

Dalam press conference yang berlangsung di Planet Hollywood (12/1), Hanung mengatakan bahwa ia sadar hal ini adalah sesuatu hal yang sensitif sifatnya dan mengundang kontroversi namun ia mengajak para penonton untuk menelaah lebih dalam, jauh dari wacana Islam serta pertentangannya.

Ia juga mengatakan bahwa semua disajikan berimbang, hingga tidak ada unsur menghakimi. Sementara dari sisi sang penulis, ketika ditanyakan seberapa besar penyajian film dengan isi novel yang ia tulis, Abidah mengatakan meski ada beberapa hal yang ingin diartikulasikan dalam film namun hal itu tidak terjadi.

Ia menganggap pihak sutradara begitu apik mengemas film ini menjadi lebih ringan penyajiannya namun tidak melepas inti dari isi cerita.

“Dg adanya Film ini saya mengharapkan perempuan masa kini agar lBh bebas berPendapat, berKreatifitas, berInoVatif, maJu berjuang memberikan Ide2 Baru…

SeHarusnya qt bangga dg apa yang Qt peroleH Dr ALLAH SWT dan yg qt miliki tapi ada kalanya Qt priHatn pada para perempuan yang bekerja di dalam penghinaan meSkipun mereka tdk sama sekali menginginkanYa…

apa Daya Pemberdayaan dinegara Qt pada perempuang kuranG efeKtif…. seHarusnya ada lapangan kRj yg lBh u/ para perempuan…

maka Dari itu maRi Qt maJ.. jgn mau tertinDas,,, perdULILLah semua”





>’JANJI JONI’ Kisah Seorang Pengantar Roll Film

25 03 2009

>

Cerita dalam film Janji Joni besutan Joko Anwar ini mengisahkan tentang pemuda bernama Joni yang dikejar-kejar waktu untuk dapat menjalankan pekerjaannya sebagai seorang pengantar film dari satu bioskop ke bioskop lain, tepat waktu. Film yang diproduseri Nia Dinata ini memilih bintang yang belum berpengalaman Mariana Renata sebagai pasangan dari pemeran utamanya Nicholas Saputra.

Dikisahkan Joni (Nicholas Saputra) bertugas sebagai pengantar rol film dari satu bioskop ke bioskop lain di Ibu Kota. Joni adalah seorang yang mencintai dan bertanggung jawab atas profesinya. Bahkandia sepat berikrar bahwa rol film akan diantar tepat waktu sehingga penonton tidak perlu melihat tanda di layar bioskop: MOHON MAAF. TUNGGU FILM.

Namun suatu hari, sepertinya seluruh kota seakan bekerjasama untuk membuat Joni terlambat mengantar rol filmnya. Joni harus menghadapi dengan berbagai karakter yang eksentrik, gang-gang Jakarta yang menyerupai labirin, dan berpacu dengan waktu untuk menepati janjinya. Dalam petualangan khas urban itulah Joni bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Angelique (Mariana Renata).

Film ini disebuat unik oleh sutradara sekaligus penulis naskahnya Joko Anwar. Menurut Joko cerita dalam film adalah gambaran pengalaman pribadinya. Penulis skenario film Arisan! ini menuturkan, saat di Bandung, pernah menonton film dan tiba-tiba terputus. Belakangan diketahui, pengantar rol film kecelakaan. (dyah)





>’CONSTANTINE’ Antara Surga dan Neraka di atas Bumi

25 03 2009

>

Constantine besutan Francis Lawrence kisah yang didasarkan novel grafis Kevin Brodbin, Mark Bomback dan Frank Capello,Hellblazer sebuah kisah campuran antara atmosfir horor gothic dan sci-fi yang pintar, dilapisi mitologi serta efek visual yang hebat. Dengan tokoh utama Keanu Reeves mencoba melemparkan sebuah dunia lain pada penonton, antara surag dan neraka di atas bumi ini.

Berkisah tentang John Constantine (Keanu Reeves), seorang detektif spesialisasi supranatural yang berusaha untuk mengungkap sebuah kasus bunuh diri saudara kembar dari seorang polisi wanita bernama Angela Dodso (Rachel Weisz).

Bersama Angela yang bersifat skeptis John Constantine berusaha membuka tabir misteri yang terjadi pada kasus bunuh diri, yang ternyata bernuansa supranatural. Tanpa mereka sadari penyelidikan itu membawa mereka menjelajahi dunia setan dan para malaikat yang ada di bawah kota Los Angeles saat ini. Terjebak dalam dunia lain tersebut, keduanya berusaha untuk menemukan kedamaian mereka masing-masing dengan resiko apapun. (dyah)